Selasa, 08 September 2009

Selamat Jalan Mbah Surip

Selamat Jalan Mbah Surip

Oleh : Liza Wahyuninto*)

4 Agustus 2009 Tjahjono Widijanto membuat judul pada tulisannya “Tak Gendong Ha-ha-ha!” di Forum Kompas Jatim. Melalui tulisannya Tjahjono Widijanto mencoba mengajak kita untuk merefleksikan kehidupan masyarakat, kita semua. Ia mengatakan bahwa lewat lagu Mbah Surip yang berjudul Tak Gendong masyarakat seperti diajak kembali memasuki bilik-biliknya sendiri yang wajar, spontan, jujur, dan tidak ada kehendak untuk merias diri. Dan pagi hari pada tanggal 4 Agustus pula Mbah Surip meninggalkan dunia untuk selamanya.
Mbah surip, putra Jawa Timur tersebut dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1949 di Mojokerto. Kemunculannya di belantara musik Indonesia memang dapat dikatakan baru, meskipun sejak tahun 2004 ataupun mungkin jauh sebelum itu, ia telah sering diundang di kota-kota Jawa Timur untuk membawakan dua lagunya, yaitu Bangun Tidur dan Tak Gendong. Penulis sendiri pertama kali mengenal Mbah Surip dan dua lagu populernya pada tahun 2004, yaitu ketika Mbah Surip menjadi bintang tamu pada pengajian Padang Bulan Emha Ainun Nadjib di Jombang.
Memang, pada tahun 2004 Mbah Surip tidak sepopuler tahun ini. Masih banyak orang-orang yang belum mengenalnya, bahkan mungkin sekilas orang akan menganggap Mbah Surip adalah orang yang baru saja lepas dari Rumah Sakit Jiwa. Penampilannya yang alakadarnya dan cenderung kurang mengurus diri menjadi kesan pertama dalam menilai perilaku Mbah Surip. Pun, pada waktu tampil mengisi acara pada pengajian Padang Bulan di Jombang, setelah membawakan dua lagunya, Mbah Surip langsung menyemplungkan dirinya di kolam yang berhadapan dengan tempat acara berlangsung. Dan, kontan saja kejadian itu mengundang tawa dari para peserta pengajian. Ha-ha-ha.
Bangun Tidur dan Tak Gendong
Realita Mbah Surip sedikit banyak adalah realita masyarakat kita. Lewat lagu Bangun Tidur misalnya, Mbah Surip menyindir kita yang bermalas-malasan dan cenderung sering mengentengkan masalah dan hanya omong doank. Masih dalam lagu Bangun Tidur, Mbah Surip pula mengkritik ungkapan time is money yang terus didengung-dengungkan hingga ke pelosok masyarakat pedesaan, tetapi ungkapan tersebut hanya sekedar ungkapan belaka. Tidak benar-benar diciptakan untuk digunakan sebagai alat pemacu semangat bekerja.
Lagu Tak Gendong pun adalah kelanjutan dari Bangun Tidur. Jika dalam lagu Bangun Tidur Mbah Surip terkesan mengkritik pola dan tingkah laku masyarakat kita, maka dalam lagu Tak Gendong Mbah Surip mengetengahkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Solusi tersebut adalah “together” atau bersama-sama. Bekerjasama. Dalam menghayati lagu-lagu Mbah Surip tidak cukup dalam sekali dengar, lalu langsung paham dan mengerti apa makna yang terkandung di dalamnya. Tema-tema yang di usung Mbah Surip adalah tema kemanusiaan yang diformat dalam lirik yang biasa dan sarat makna. Ini mungkin saja dikarenakan latar pendidikannya yang sempat mendapat kuliah filsafat.
Akan tetapi terlepas dari makna apa yang terkandung di dalamnya, kita harus mengakui bahwa apa yang telah Mbah Surip lakukan baik lewat lagu, lirik, jenis musik dan penampilannya di depan memberikan sesuatu warna baru bagi permusikan Indonesia. Dan tentu saja, apa yang telah Mbah Surip tampilkan tidak sekedar memperkaya belantika musik Indonesia saja, tetapi juga mengajarkan bagaimana seharusnya menjadi artis yang sebenarnya. Tentu saja di dalamnya, ia mencontohkan bagaimana menghibur, bagaimana menjadi entertainer dan bagaimana menjadi panutan masyarakat. Bukankah itu yang disebut dengan entertainer dan artis?
I Love You Full, Ha-ha-ha
Kata-kata yang sering dituturkan oleh Mbah Surip, baik sewaktu jeda lagu maupun sebelum dan mengakhiri lagu, yaitu I Love You Full kemudian diikuti tawa lepasnya Ha-ha-ha. I Love You Full telah menjadi semacam kata paten yang telah dikukuhkan dalam pelafalan Mbah Surip. Dan kemudian kata-kata tersebut mulai diikuti oleh banyak orang, mulai dari kalangan masyarakat akademis hingga pada masyarakat awam, bahkan sempat dijadikan judul pada sebuah tulisan.
I Love You Full menjadi semacam semangat yang hidup bagi Mbah Surip. Dan kata-kata tersebut juga menjadi sapaan timbal balik dari sang pelantun lagu kepada pendengar, pun sebaliknya. Sejatinya, kata-kata inipun menjadi sapaan hangat kita kepada sesama sebagaimana Mbah Surip telah mencontohkan bagaimana ia cinta dan dicintai oleh pendengarnya.
Kita semua tahu, bahwa dalam hal fans mungkin Mbah Surip masih kalah dengan goup band ataupun penyanyi single sekelas Slank, Gigi, Dewa 19, Padi, Ari Laso, Bunga Citra Lestari dan lain sebagainya. Tetapi dalam hal kesan yang diciptakan, Mbah Surip mungkin lebih unggul daripada mereka. Lagu yang simpel, mudah dihafal dengan pelafalan yang gampang pula menjadi semacam daya tarik sendiri sehingga satu kali mendengar pun pendengar sudah dapat mengikuti penyanyinya.
Mbah Surip telah tiada, Selasa 4 Agustus 2009 menjadi hari yang indah buatnya. Hari di mana ia akan lebih bebas bernyanyi, tanpa harus kelelahan oleh jadwal yang padat dan kemudian menjadi penyebab utama meninggalnya. Putra Jawa Timur itu akhirnya membuktikan kepada bangsanya bahwa dari tanah kelahirannya telah memberikan satu tokoh lagi yang akan dikenang oleh bangsa dan rakyatnya, minimal pencinta musik Indonesia.
Bangun Tidur dan Tak Gendong adalah dua tembang persembahan dari Mbah Surip kepada bangsa dan tanah kelahirannya. Ibarat buku Mbah Surip telah mewariskan ilmu kehidupan yang tak akan habis-habisnya untuk dibaca.
Mbah Surip kiranya belum menjadi legenda musik Indonesia sebagaimana Nike Ardila, Chrisye, Gito Rolies dan lain sebagainya. Apalagi menjadi legenda dunia seperti Michael Jackson. Akan tetapi kesan yang ditinggalkannya kiranya dapatlah menempatkannya pada hati para musisi dan pencinta musik tanah air akan kiprahnya selama ini di dunia musik Indonesia. I Love You Full Mbah Surip, Ha-ha-ha.

*) Liza Wahyuninto, Fans Mbah Surip dan Pencinta Musik Indonesia.

Tidak ada komentar: