Jumat, 16 Januari 2009

Mencari Bening Mata Air Bersama Gus Mus


Judul : Mencari Beningnya Mata Air, Renungan A. Mustofa Bisri

Penulis : A. Mustofa Bisri

Edisi : I, September 2008

Halaman : viii + 152 Halaman

Penerbit : Kompas, Jakarta

Peresensi : Liza Wahyuninto*)



Ahmad Mustofa Bisri atau lebih akrab dengan sapaan Gus Mus mungkin lebih dikenal oleh masyarakat sebagai sosok kyai dan juga budayawan yang dapat dijumpai di pesantren pada pengajiannya atau di kampus-kampus pada saat ia berorasi budaya dan sesekali membaca puisi religinya. Tapi patut diapresiasi bahwa melalui bukunya ini kita juga dapat mengetahui sosok Gus Mus dan pemikirannya dapat pula ditemui di dunia maya.


Mencari Bening Mata Air: Renungan A. Mustofa Bisir ini merupakan kumpulan tulisan Gus Mus yang di publikasikan di situs Gubug Maya A. Mustofa Bisri (www.GusMus.net). Sebagaimana pada situs yang langsung diasuh oleh Gus Mus, maka tulisan pada buku ini ingin menyapa pembacanya untuk sejenak merenungkan periaku sehari-hari yang kita lakukan. Pada buku ini Gus Mus bercerita tentang kesibukan kerja, zakat fitrah, akhlak, makna doa, serta soal keluarga harmonis.


Secara global buku ini terbagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama Gus Mus akan mengajak untuk berkisah dan merenungkan perihal teladan sang nabi yang juga disarikan dari Sirat an-Nabi karya Ibn Hisyam. Salah satu renungan pada bagian ini yaitu “tidak ada alasan untuk tidak bersedekah kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa ilmu, tenaga, bahkan sekedar senyum”.


Pada bagian kedua di dalam buku ini Gus Mus mengantarkan kita untuk bersama membuka mata hati. Di bagian ini Gus Mus memaparkan bagaimana menjaga kebersihan lahir bathin. Menenangkan diri dalam menyikapi musibah agar tidak lart dan menjadi penyesalan dan phobia berkepanjangan. Adab meminta dalam doa. Menyikapi kesibukan dalam perilaku sehari-hari agar tidak hanya mementingkan individu tetapi juga orang lain yang membutuhkan.


Pada bagian dua pula Gus Mus mengajak dan menjelaskan perihal kesalehan total, bahwa kesalehan individual dan kesalehan sosial yang seringkali dibahas dalam beberapa tulisan tidaklah cukup jika tidak kemudian berubah menjadi kesalehan total. Gus Mus juga berkisah dan memberikan tawaran dalam menghadapi godaan kehidupan dan kekuasaan agar kita tidak terjebak dan terperosok di dalamnya. Dan di akhir bagian dua Gus Mus menafsirkan kepada kita bahwa suara hati adalah sabda insani.


Renungan yang dapat dicicipi pada bagian ini salah satunya adalah “bukankah kalau ada yang meminta kepadamu, kau memberinya sesuai kehendakmu, atau bahkan kadang tidak memberinya sama sekali? Mengapa kalau kamu memohon kepada-Nya, Ia kau haruskan memberimu sesuai kehendakmu? Memohonlah kepadanya. Ia pasti memberimu dan biarlah Ia memberimu sesuai kehendak-Nya” (hal. 45)


Bagian tiga berceritera perihal syiar kemenangan. Gus Mus memulainya renungannya mengajak kita untuk bertakwa dan bersikap sederhana dan ini pulalah pelajaran dari 30 hari mencari cinta Allah yaitu puasa ramadhan. Dan kemudian jiwa yang takwa dan bersikap sederhana tersebut akan disucikan dengan zakat fitrah. Peristiwa ajaib pada bulan ramadhan tidak lengkap jika tidak diakhiri dengan kemenangan total. Gus Mus pada bagian ini dengan apik menceritakannya pada tulisannya yang bertema tradisi, tradisi melebur dosa.


“Seperti soal dosa antar sesama itu. Dari segi kerasnya dn sulit dimintakan maaf, mestinya menuntut perhatian yang lebih dari kita. Mestinya, kita harus hati-hati. Apalagi bila diingat rata-rata kita – khususnya manusia Indonesia – ini bukanlah pengampunan yang murah hati, dan sekaligus bukan peminta maaf yang rendah hati. Kalo jothakan, kalaupun mau wawuh, wawuh-nya nunggu saat baik, saat lebaran. Baru lebaran, orang mau merendahkan meminta maaf dan berbesar hati memafkan kesalahan. Jadi bila kesempatan lebaran ini tidak dipergunakan untuk saling memaafkan, sungguh sangat rui dan mengkhawatirkan.” (Hal. 108)


Buku ini kemudian ditutup oleh Gus Mus pada bagian keempat dengan ajak untuk menjadi kekasih Allah. Beberapa pikiran dan tawaran Gus Mus yang dapat dibaca dan direnungkan untuk menjadi kekasih Allah yaitu; membina keluarga menjadi harmonis, menuju haji mabrur menuju kubur, pengajian, berdoa, memburu lailatul qadr dan bermuara pada hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.


Di tengah perekonomian sedang dilanda krisis global, kondisi politik yang kian carut marut dan kondisi Indonesia yang akan sebentar lagi akan menghadapi 80 tahun sumpah pemuda buku Mencari Bening Mata Air : Renungan A. Mustofa Bisri menjadi kado terindah yang diselipkan untuk dibaca sembari direnungkan, untuk berkaca sekaligus berusaha merubah yang salah. Tidak hanya cukup dengan meraih kesalehan individual pun tida pula cukup dengan mendapatkan predikat kesalehan sosial belaka, namun kita harus menuju predikat saleh secara total.

Tidak ada komentar: