Selasa, 29 Juli 2008

Nyanyian Rumi





Mari ke rumahku, Kekasih – sebentar saja!

Gelorakan jiwa kita, Kekasih – sebentar saja!

Dari Konya pancarkan cahaya cinta

Ke Samarkand dan Bukhara sebentar saja!


Pada saat shalat isya

Semua orang menggelar kain dan lilin

Namun aku memimpikan kekasihku

Menatap, sembari meratap dan sedih, isyaratnya

Dengan menangis, berarti aku melakukan wudlu

Dan shalatkupun akan bergelora

Lalu kubakar jalan masuk masjid

Ketika suara adzanku berkumandang...

Apakah sahalatnya si mabuk,

Katakan, sahkah shalat ini?

Sebab ia tak tahu waktunya

Dan tak tahu tempat

Apakah aku shalat dua rakaat penuh?

Barangkali ini kedelapan?

Surah mana yang kubaca?

Karena aku tak punya lidah untuk membacanya

Di pintu Tuhan – mana mungkin aku mengetuknya,

Karena kini aku tak punya tangan dan hati?

Tuhan, dikau telah membawa hati dan tangan!

Tuhan anugerahi daku keselamatan,

Ampuni aku...

(D 2831)


Ka’bah untuk ruh

Dan Jibril: pohon Sidrah,

Kiblat pelahap:

Yaitu taplak meja.

Kiblat untuk ahli makrifat:

Cahaya persatuan dengan Tuhan.

Kiblat filsafat, nalar,

Adalah: pikiran kosong!

Kiblat sang zahid:

Tuhan maha pemurah.

Kiblat si tamak:

Pundi-pundi berisi emas.

Kiblatnya mereka yang melihat makna sejati,

Adalah kesabaran.

Kiblat mereka yang hanya menyembah bentuk-bentuk:

Sosok batu.

Kiblatnya kaum esoteris

Yaitu Dia, Tuhan Rahmat.

Kiblatnya kaum eksoteris

Yaitu wajah wanita...

(M IV 1896)


Jika dikau tak dikarunia jalan,

Ketahuilah bahwa jiwa pasti tersesat:

Jiwa yang hidup tanpa-Mu –

Anggaplah itu mati!

Jika dikau perlakukan dengan buruk hamba-hamba-Mu,

Jika dikau mencerca mereka, Tuhan,

Dikaulah Raja – tak soal

Apapun yang Dikau lakukan,

Dan jika Dikau menyebut matahari,

Rembulan indah itu “kotor”,

Dan jika Dikau katakan “jahat”,

Adakah rampingnya cemara nun di sana itu,

Dan jika Dikau katakan takhta

Semua alam itu “rendah”,

Dan jika Dikau sebut lautan

Dan tambang emas “fakir lagi miskin” –

Itu sah saja,

Sebab Dikaulah yang Maha sempurna:

Dikaulah satu-satunya yang mampu

Menyempurnakan segala yang fana!

(M I 3899ff)


Dia nbilang: “Dikau telah beri aku hidup,

Dan beri aku banyak waktu,

Dikau amat murah hati kepada orang

Yang amat merendahkan diri, Tuhan!

Selama tujuh puluh tahun penuh

Di sini aku durhaka –

Namun tidak Dikau tahan

Karunia-Mu sehari pun!

Kini aku tak dapat cari uang;

Aku sudah tua, aku tamu-Mu,

Akan kumainkan harpa untuk-Mu,

Sebab aku ini milik-Mu!”


Musa melihat seorang penggembala di jalan,

Katanya: “Duhai yang memilih orang

Yang Dikau kehendaki:

Di mana Dikau, supaya aku jadi hamba-Mu,

Supaya aku memperbaiki jubah-Mu

Dan menyisir rambut-Mu,

Supaya aku cuci pakaian-Mu, dan membunuh kutu-Mu,

Membawakan untuk-Mu susu, duhai Yang Mahatinggi!

Mencium tangan indah-Mu, memijit kaki-Mu,

Supaya aku bersihkan kamar kecil-Mu

Pada saat akan tidur!

Kukurbankan semua kambingku untuk-Mu

Yang kurindukan dan memenuhi pikiranku,

Dengan penuh cinta!”

(M II 1720ff)


Ketika kamu berseru, “Ya Tuhan!”

Aku menyahut, “Aku di sini”

Permohonanmu adalah pesan-Ku sayang,

Dan semua upayamu untuk mendekatkan diri kepada-Ku

Tak lain adalah syarat bahwa Aku

Mendekatkan dirimu kepada-Ku

Kepedihan dan upayamu yang penuh cinta:

Tanda-tanda rahmat-Ku!

Dalam setiap “Ya Tuhan!” ada seratus

“Di sinilah Wajah-Ku!”

(M IV 189ff)


Diamlah dan berjalanlah

Melalui kesunyian menuju ketiadaan,

Bila engkau sudah menjadi ketiadaan,

Dirimu akan menjadi pujian!

(D 2628)


Bila kematian itu manusia

Yang dapat kupeluk erat-erat!

Aku akan mengambil darinya jiwa, yang bersih

Dan tak berwarna;

Dan ia akan mendapatkan dariku jubah berwarna,

Hanya hitu!

(D 1326)


Aku telah begitu banyak berdoa

Hingga aku telah menjadi doa itu sendiri –

Setiap orang yang melihat diriku

Memohon doa dariku

(D 903)


Hati ini seperti butir biji, dan kita seperti kincir.

Katakanlah, apakah kincir itu tahu

Mengapa ia berputar?

Tubuh ini ibarat batu, air adalah pikiran –

Batu berkata: “Oh, air mengerti!”

Air berkata: “Tidak, tolong tanyakanpada kincir –

Ia telah mengirimkan air ke lembah – tanyakanlah;

Apa sebabnya!”

Kincir berkata: “Hai pemakan roti! – Haruskah ini

Berhenti

Maka katakanlah, apa yang dilakukan

Oleh pembuat roti?...”

(D 181)


Lihatlah, aku telah banyak mencoba

Dan mencari di mana-mana

Tetapi tak pernah kutemukan seorang sahabat

Seperti dirimu.

Aku telah mencoba setiap pancuran,

Setiap butir anggur,

Tetapi tak pernah

Merasakan kenikmatan minuman anggur

Semanis dirimu...



Tidak ada komentar: