Selasa, 08 Juli 2008

Menatap Masa Depan Kali Surabaya

Oleh: Liza Wahyuninto

Membaca diskusi mengenai Kali Surabaya antara Prigi Arisandi "Harapan Baru di Kali Surabaya" (Kompas, 8 Mei 2008), Daru Sety Rini "Fatwa MUI dan Keberpihakan Pada Kali Surabaya" (Kompas, 9 Mei 2008), dan Rudolf Matheus Yunani Prawiranegara "Pencemaran Sungai Surabaya dan Fatwa MUI" (Kompas, 16 Mei 2008) menunjukkan betapa pentingnya fungsi Kali Surabaya bagi kelangsungan hidup manusia dan ekosistem di sekitarnya.

Munculnya fatwa MUI Jatim tentang krisis lingkungan dan pencemaran Kali Surabaya ini diharapkan dapat menjadi spirit baru untuk mengembalikan Kali Surabaya pada fungsinya sebagai bahan baku air minum dan penyeimbang ekosistem lingungan sungai.

Selama ini Kali Surabaya dalam istilah Prigi Arisandi telah menjadi sebuah tong sampah besar tempat pembuangan kotoran aktivitas manusia (Kompas, 8 Mei 2008). Dan itulah yang tengah disoroti oleh pemerhati lingkungan agar pemerintah membuatkan sarana pengolah limbah rumah tangga secara komunal. Diharapkan dengan sarana penunjang ini masyarakat tidak lagi membuang limbah rumah tangga di Kali Surabaya. Ini penting mengingat masyarakat masih menganggap bahwa Kali Surabaya yang demikian besar menjadi tempat pembuangan akhir karena tidak diciptakannya lahan atau sarana pembuangan yang layak.

Keadaan yang demikian ini tentunya menuntut keseriusan dari segala pihak tentu saja dengan memberlakukan sanksi bagi oknum yang masih membuang limbah ke sungai. Di antara empat kesimpulan hasil sidang fatwa MUI Jatim pada 24 April 2008 setidaknya disebutkan tiga hal yang khusus ditujukan kepada pemerintah, yaitu meminta pemerintah menindak tegas oknum dan perusahaan yang membuang limbah ke sungai, meminta pemerintah membina warga agar tidak membuang limbah ke sungai dan meminta legislatif menetapkan aturan tegas untuk menjaga kualitas sungai. Pemberlakuan sanksi atau denda oleh pemerintah (provinsi dan daerah) terhadap oknum memang perlu dilakukan, mengingat sulitnya jika hanya menuntut kesadaran dari masyarakat.

Akan tetapi, pemberlakuan sanksi atau denda tidaklah menutup kemungkinan adanya kecolongan pemerintah dalam mengawal Kali Surabaya agar tetap terjaga, baik kebersihan maupun kualitas airnya. Nah, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah juga perlu untuk mengundang tokoh yang kiranya dapat memengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang sekiranya dapat membahayakan bagi kelangsungan hidup Kali Surabaya. Misalnya saja pemerintah mengadakan penyuluhan dengan mendatangkan ahli lingkungan hidup nasional tentang tata cara merawat Kali Surabaya.

Kerja bakti

Proses penyadaran terhadap masyarakat yang telah membudaya melakukan pembuangan limbah di Kali Surabaya tentunya memakan waktu yang tidaklah cepat. Oleh sebab itu, usaha pemerintah juga harus beragam. Momentum-momentum kebangsaan yang sekiranya dapat membangkitkan rasa kesatuan kiranya dapat dijadikan upaya untuk mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihan Kali Surabaya, contohnya saja dengan mengadakan kerja bakti untuk membersihkan kali.

Usulan RM Yunani Prawiranegara mengenai pendekatan etis juga dapat dijadikan bahan renungan untuk menjadi solusi pemecahan masalah Kali Surabaya. Sudah saatnya pemuka agama ikut turun menyerukan pesan moral akan pentingnya mengatasi krisis lingkungan. Dan tentunya pada setiap agama ada cara, ada ayat-ayat tersendiri untuk menyentuh kalbu umatnya. Keberpihakan pemuka agama terhadap permasalahan lingkungan ini diyakini oleh RM Yunani Prawiranegara dapat menciptakan suasana tauhid lingkungan.

Menyelamatkan Kali Surabaya telah menjadi topik dan agenda besar bersama bagi masyarakat Surabaya. Tentu saja harapannya adalah menjadikan Kali Surabaya bersih dan memiliki bahan baku air yang berkualitas. Setidaknya terwujudnya Kali Surabaya bersih dan baru bisa dinikmati pada tahun 2009, itu pun harus dengan keterlibatan serius berbagai pihak, baik pemerintah provinsi, daerah hingga ketua rukun tetangga (RT).

Kali Surabaya tentu saja berbeda dengan Sungai Musi di Palembang atau Sungai Mahakam di Kalimantan. Perbedaan tersebut tentu saja dari fungsinya. Kali Surabaya memang dikhususkan sebagai bahan baku air minum, yaitu PDAM. Fungsi ini pulalah yang menjadi batasan di dalam menjaga dan melestarikan Kali Surabaya. Gagasan menjadikan Kali Surabaya Bersih 2009 memang dinilai suatu yang utopis, tetapi tentunya dapat diwujudkan.

Misi menyelamatkan Kali Surabaya berarti tidak hanya menyelamatkan kualitas air bersih yang dipergunakan untuk masyarakat Surabaya, tetapi ikut menyelamatkan ekosistem yang ada di dalamnya. Dalam hal lain, kebersihan Kali Surabaya nantinya juga dapat dijadikan pariwisata baru bagi masyarakat atau bahkan menjadi teladan bagi sungai-sungai yang ada di Jawa Timur.

Liza Wahyuninto Pemimpin Redaksi Jurnal Lorong UIN Malang

Kompas, Jumat, 30 Mei 2008

Tidak ada komentar: